Frangipani Flower Lovely Little Garden: Idolaku
There is a lovely little garden in a corner of my heart, where happy dreams are gathered to nevermore depart

Senin, 26 Maret 2012

Idolaku


Pagi itu bergegas bangun dan bangkit dari tempat tidur.  Aku menunggu hari ini tiba.  Semangatku bagai meletup mengiringi satu demi satu persiapanku berangkat sekolah. Ya... ini hari pertamaku sekolah. Sekolah Menengah Pertama. Aku sudah tidak SD lagi. Selamat tinggal merah putih. Selamat tinggal sebutan anak kecil. Aku sudah besar. Anak besar tidak boleh malas. Anak besar harus sudah bisa mengurus diri sendiri. Aku takkan lagi berteriak minta tolong si mbak untuk menyiapkan seragamku. Akan aku bereskan semua keperluanku... Begitu tekadku dalam hati.

Aku mematut diriku di depan cermin. Aha... cantik nian aku dengan seragam putih biruku... Rambut panjangku aku kucir buntut kuda.  Baru itu yang aku bisa lakukan dalam menata rambuutku.  Biasanya ibu yang menyisir dan mengucir dua atau mengepang rambutku tiap aku mau berangkat sekolah. Tapi sekarang aku akan menyisir sendiri rambutku.  Walau baru bisa mengucir buntut kuda. tak apalah.... Aku puas dengan usahaku.


Sebetulnya ada satu hal yang paling membuat aku semangat pagi ini.  Melebihi apapun... Bahkan rasa bahagia menjadi remajapun bukan apa-apa.  Tidak... bukan itu... Semangatku pagi ini adalah karena aku akan satu sekolah dengan kakakku satu satunya.  Kakak laki-laki ku. Aku memanggilnya mas Yoyok.  Rasanya bangga sekali aku bisa satu sekolah dengannya.  Itu berarti akan ada mas Yoyok di sekitarku tidak saja saat di rumah. Tapi juga saat bersekolah. Walau dia sudah kelas 3 SMP dan aku baru masuk kelas 1. Meskipun nanti kegiatan kami pasti berbeda, tak apa.  Dan tentunya teman-temanku juga bakalan berbeda dengan teman-temannya, tak masalah. Hanya merasa dia ada satu halaman sekolah denganku, aku sudah merasa bahagia.  Berarti waktuku bersama mas Yoyok bakalan seharian penuh.  Membayangkannya saja sudah menenangkan hatiku.  Aku bangga sekali menjadi adiknya.  Aku akan beritahu semua teman-temanku tentang mas Yoyok. Mas ku yang aku sayangi.

Aku memang dekat sekali dengan mas ku itu.  Aku punya saudara laki-laki lain.  Bukannya aku tidak dekat atau tidak sayang dengan mereka. Tak usah diragukan itu.  Aku mencintai adik-adikku. Bapak dan ibuku selalu mengajarkan kerukunan diantara kami. Sedikit pertengkaran-pertengkaran takkan melunturkan kasih sayang kami. Kami tumbuh bersama dengan keakraban yang indah. Tapi dengan mas Yoyok... berbeda...entahlah... Hatiku merasa dekat sekali.  Seingatku aku tak pernah bertengkar seru dengannya, walau dia kadang berbuat curang mengambil jatah jajananku. Atau merebut giliranku membaca majalah Bobo.  Pernah dia menggigit es creamku dengan mulut yang terbuka lebar, padahal katanya hanya ingin mencicipi saja.  Tapi walau aku kesal, aku hanya tertawa sambil berteriak,"Curang...!" Mas Yoyok bagai sosok yang selalu bisa dimaklumi sekalipun kadang mencurangi adik-adiknya. Kenakalannya selalu diiringi kepasrahan dari adik-adiknya.  Sebab mas Yoyok sering menunjukkan hal-hal yang mengagumkan buat adik-adiknya, setidaknya buatku.

Makin hari makin banyak teman-temanku yang tahu bahwa aku punya kakak satu sekolah. Dan benar saja... hatiku selalu membuncah manakala ada yang bertanya,"Eh... kamu adiknya Yoyok ya...?" Jangan tanya bagaimana responku.  Pasti aku langsung menyambar dengan jawaban, mantap,"Iya...!!"  Pernah suatu kali waktu kegiatan ekstra kulikuler, yaitu Bina Musika. Mas Yoyok juga mengambil ekskul yang sama.  Aku sudah ada dalam kelas, waktu mas Yoyok masuk kelas dengan menenteng gitarnya. Teman-temanku berbisik,"Itu ya kakakmu..?" Duhh... senengnya hatiku.... Apalagi waktu pak guru mengabsen, ketika sampai pada namaku dia menambahkan,"Ini dia adiknya Yoyok." Wah...wah... seru banget rasanya Bina Musika hari itu.  Mungkin mas Yoyok sudah tidak ingat peristiwa itu. Mungkin hari itu berlalu biasa saja buatnya, tapi buatku... hari itu aku makin yakin... bahwa Mas Yoyok adalah idolaku. Aku merasa dia selalu melindungiku, mengajari aku banyak hal, menasehati aku tentang bagaimana sebaiknya menjadi anak perempuan yang sudah mulai besar. Seperti contonya, mas Yoyok pernah hanya mau memboncengku naik motor kalau aku duduknya menyamping. "Sebab anak perempuan sebaiknya kalau membonceng motor, duduknya menyamping. Jangan kayak anak laki-laki," begitu katanya.  Bahkan sekedar mengenalkan makanan yang namanya siomay saja, mas Yoyoklah yang melakukannya.  Waktu itu aku heran, sebab setahuku makanan yang berbumbu kacang hanyalah gado-gado atau pecel. Hahaha... ternyata siomay enak banget.

Mengidolakan mas Yoyok tak pernah pupus walau dia sering berbuat kesalahan.  Sedih rasanya kalau menyadari dia berbuat salah.  Aku selalu berkata dalam hati,"Jangan begitu mas, nanti bapak ibu marah." Atau,"Mas jangan nakal dong... aku ngga mau liat mas dimarahi." Aku tak pandai merangkai do'a kala itu, tapi aku merasa kata-kataku adalah doa buatnya.  Bahkan pada masa kanak-kanak kami, aku sering minta hukuman yang sama kalau mas Yoyok dihukum oleh ibu. Aku sering menangis kalau melihat dia dimarahi ibu.  Rasanya aku tak rela mas Yoyok mendapat marah ibu.  Aku sayang banget sama dia.  Sebab akupun merasakan besarnya sayang mas Yoyok buat aku.

Masa satu sekolah dengan mas Yoyok hanya 1 tahun. Kami berbeda 2 tahun, jadi waktu aku naik kelas 2, mas Yoyok lulus.  Waktu itu aku merasa ada yang hilang. Sempat semangatku sekolah menurun, walau tak sampai aku perlihatkan dengan jelas.  Aku merasakan bangun pagiku menjadi kurang semangat,  membayangkan dia tak ada lagi disekolah. Mas Yoyok tak pernah tahu hal ini. Tak juga bapak, ibu dan adik-adikku.  Seragam kami berbeda sekarang. Dia sudah putih abu-abu. Tapi mas Yoyok tetap idolaku... Si cerdas, banyak akal, baik, sayang aku, melindungi aku. Tak perlu aku mencari sosok diluar sana untuk kujadikan idola... Pada sebuah buku kenangan milik temanku, pernah aku isi kolom idola dengan nama Mas Yoyok.

(catatan buat mas ku tercinta Adriyanto Teguh Priambodo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar