Selasa, 17 April 2012
Sebongkah Batu
Aku hanyalah sebongkah batu. Tidak besar, tidak kecil. Sedang saja. Tak ada yang perduli padaku. Sebagian badanku tertanam kuat pada tanah yang sudah mengeras di bawah sebuah pohon di pinggir jalan. Jalan yang ramai bahkan kadang padat. Lalu lalang kendaraan membisingkan. Hiruk pikuk pejalan kaki kadang menginjak tubuhku. Banyak yang berdiri dibawah pohonku menunggu kendaraan umum, atau untuk menunggu seseorang. Bahkan tak jarang orang hanya bersandar pada batang pohon sambil merokok. Rupanya perokok-perokok itu keluar dari areal perkantorannya yang bebas asap rokok dan mencari tempat yang agak nyaman untuk mengepulkan asap-asap rokoknya. Aku sering terganggu dengan puntung rokok yang dibuang sembarangan kearahku. Kadang baranya terasa panas mengenai tubuhku.
Aku hanyalah sebongkah batu, tak ada yang memperhatikan aku, tapi aku menyimpan banyak kisah dari manusia-manusia yang berkitaran di sekelilingku. Aku saksi dari sebuah perbincangan, pertengakaran, atau bahkan percintaan. Dimana orang yang satu menggunjingkan orang lain seolah mereka tak punya cela dalam hidupnya. Kadang aku saksikan sebuah emosi meledak tanpa kendali memaki temannya, memukul dan menuding-nuding tanpa perasaan. Entah apa yang terjadi bila tak ada yang memisahkan pertengkaran mereka. Tapi kali lain aku juga menyaksikan rayuan maut seorang pria untuk wanitanya. Penuh dengan janji dan harapan. Ada senyuman manis, tawa riang, wajah tersipu-sipu... Aiiihh... Aku jadi geli sendiri.
Aku senang menjadi pengamat suasana sekitarku. Dan dari pengamatanku aku bisa membedakan orang-orang yang berdiri didekatku atau bahkan tanpa sengaja menginjakku. Pagi dini hari biasanya yang mendekati aku adalah ibu-ibu yang menunggu kendaraan umum hendak ke pasar, lalu seiring waktu berjalan, anak-anak berseragam sekolah, laki-laki atau perempuan berpakaian rapi hendak berangkat kerja. Sambil menunggu mereka sering asyik dengan handphone atau blackberry mereka. Lalu digantikan oleh para ibu rumah tangga, ada yang menggendong anaknya atau hanya sendiri, juga menunggu kendaraan umum entah menuju kemana. Siang sampai menjelang sorenya perokok-perokoklah yang menikmati rindangnya pohonku. Dan malam hari selalu ada 2 orang wanita berdandan seronok menunggu taksi. Mereka sambil bercanda dan tertawa fulgar dengan orang-orang yang menyapa mereka. Wajah mereka terhias oleh make up yang rapi, pakaian mereka selalu membuat laki-laki menoleh lebih dari 2 kali kearah mereka. Dari obrolan orang-orang aku tahu bahwa mereka perempuan-perempuan malam yang akan berangkat ke tempat mereka biasa 'bekerja'. Mereka biasa kembali dengan taksi keesokan harinya atau kadang berhari-hari baru kembali.
Aku hanyalah sebongkah batu, dan tak ada yang memperhatikan aku. Tapi aku tahu lebih banyak dari pada kamu tentang sifat-sifat manusia. Aku lebih mengenal kelicikan manusia, aku lebih sering melihat kebaikan sesama manusia dari pada kamu. Aku tak keberatan kalian menginjak tubuhku karena aku kuat menyangga beban seberat apapun. Walau aku hanya sebongkah batu... Tapi aku tahu rahasia-rahasiamu.
*Dalam diam belum tentu orang tidak tahu apa-apa*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dulu ada yang blang gini : "Jangan sibuk sama diri sendiri, perhatikan sekitar"
BalasHapusSeperti sebongkah batu yang memperhatikan sekitar yaa bunda.
Batu adalah simbol diam...
HapusJadi hati2 sama orang yang diam.... qiqiqi...
sebongakah batu bisa buat bangun rumah, Bunda? :)
BalasHapustapi sebongkah batu "diam" itu sangat membuat galau. :D
Mbangun rumah perlu berbongkah2 batu Idah... :D
Hapushehe.. celoteh sebongkah batu tertuang di sini :D
BalasHapusmanusia yang mengomentari
hehehe... emang manusia kerjanya komen khan... :D
HapusBenar sekali. Orang yang berkaor-kaor kadang malah tampak kekuranganya. Lihat saja diskusi2 di TV.
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya
Bicara pada saat yang tepat ya pakde...
HapusAduh aku kayanya seperti sebongkah BAtu Bun..
BalasHapusKebanyakan diemnya, rame aja di dumay..
tapi kalo dah ketemu tetangga langsung mingkem..hehe..
Diam itu Emas katanya..
*Dalam diam belum tentu orang tidak tahu apa-apa* suak banget kata2 ini..
Waahh... ngga kebayang kalau orang serenyah Nchie ternyata pendiem...
HapusDiam itu Emas kalau memang saatnya kita harus diam...
tapi jangan lupa sebongkah batu bisa menjadi batu sandungan, tapi bagiku mbak Niken lebih dari sekedar sebongkah batu, barangkali lebih tepat menjadi sebongkah permata yang bisa membiaskan cahayanya bagi sesama...
BalasHapusBetul sekali mas Insan... Seorang yang diam bisa menghimpun tenaga utk menjatuhkan. Jadi kayak posting pakde kemaren... Jangan under estimate...
HapusTapi kok ora nguwati thooo.... sebongkah permata...? walaah... *garuk2 kepala*