Wong Londho iso boso Londho. Wong Inggris iso boso Inggris...
Mosok wong Jowo ora isi boso Jowo.
Nduk... Arepo mengko kowe urip ora nang Njowo,
arepo nang Londo opo nang ndi wae, kowe tetep kudu iso boso Jowo.
Ben kowe ki kelingan seko ngendi asalmu.
Artinya: Orang Belanda bisa bahasa Belanda, orang Inggris bisa bahasa Inggris... masak orang Jawa nggak bisa bahasa Jawa. Nak... Meskipun nanti kamu tidak tinggal di Jawa, meskipun di Belanda atau dimana saja, kamu tetap harus bisa bahasa Jawa. Supaya kamu selalu ingat dari mana asalmu.Begitulah almarhumah ibu selalu menasehati anak-anaknya. Terutama andai mendengar aku dan saudara-saudaraku selalu mengobrol dengan bahasa Indonesia. Bahkan sering dengan teguran keras yang membuat kami malah jadi sering berhenti mengobrol. Karena langsung berpikir bagaimana meneruskan obrolan itu dengan bahasa Jawa. Hehehe....
Alasan ibu selalu menasehati anak-anaknya demikian adalah karena keluargaku adalah keluarga perantau yang selalu berpindah-pindah mengikuti tugas bapak di Dinas Pajak. Memulai penempatan pertama bapak di kota Purwokerto, lalu kembali Yogyakarta, kemudian ke Pekanbaru, Karawang, Tegal, Semarang, dan akhir tugas di Jakarta. Masa kanak-kanak dan remajaku dan tiga saudara laki-lakiku adalah di Pekanbaru dan Karawang. Enam tahun di Pekanbaru dan empat tahun di Karawang. Sekolah juga jadi pindah-pindah terus. Enaknya... jadi banyak teman. Nggak enaknya... selalu jadi anak baru yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru.
Waktu pertama kali pindah ke Pekanbaru, adik bungsuku tidak bisa berbahasa Indonesia. Dia jadi merasa terasing di sekolah TK nya. Ibu dan bapak kemudian membantunya dengan sedikit-sedikit berbahasa Indonesia di rumah. Aku sendiri juga sebetulnya waktu itu kesulitan bergaul karena bahasa. Jadi ikut memanfaatkan cara bapak dan ibu dengan sesekali memakai bahasa Indonesia di rumah.
Rupanya... aku dan saudara-saudaraku keterusan berbahasa Indonesia. Sampai bahasa sehari-hari kami di rumah berubah dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia. Kalau ibu mengajak berbahasa Jawa, kami tetap menjawab pakai bahasa Indonesia. Rasanya lidah kok jadi kelu mau ngomong Jawa. Bukan karena malu, tapi kagok aja gitu...
Apalagi dari Pekanbaru, bapak dipindah tugas ke Karawang. Dari lingkungan Melayu berpindah ke tanah Sunda. Aku ingat sekali hari pertama masuk sekolah. Waktu itu aku kelas 3 SMP. Ada seorang teman mengajak kenalan. Dia bertanya,
"Namina saha...?" "Namanya siapa?"
...... "Apa ya...?" aku nggak ngerti.
"Namina saha...? Abdi Neneng."
Dalam hati: Oooohhh... nanya nama.... Segera aku jawab... "Niken."
Ehh... Neneng nanya lagi, "Ari Bumina dimana...?" "Kalau rumahnya di mana?"
Aduh nanya apa lagi? Kok pakai bumi segala. Memangnya aku orang planet? Belum aku jawab, dia mengulang pertanyaan lagi.
"Niken bumina dimana? Abdi di jalan Tuparev."
Dalam hati: Ooooo... nanya alamat kayaknya nih... Tapi kok pakai bumi ya? Apa dia tau kalau aku tinggal di jalan Kertabumi? Masak sih...? Ah nekat aja aku jawab, "Rumahku di jalan Kertabumi."
"Oh... caket sareng Imas atuh..." "Oh... Dekat dengan Imas dong."
Ya Allah... waktu itu aku sukses melompong. Sepertinya teman-teman sengaja plonco aku. Soalnya selama tiga hari ada aja mereka menyulitkan aku dengan bahasa sunda. Kalau ingat jadi geli sendiri. Karena lingkungan bersunda ria, maka kami belum bisa kembali kepada bahasa Jawa, tapi lanjut dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Begitu seterusnya meskipun kami sudah kembali ke tanah Jawa Tengah.
Masalahnya, walau kami sudah kembali ke Jawa Tengah, kami tetap tidak bisa berbaur dengan bahasa Tegal yang berintonasi beda dengan bahasa Jawa ibu. Jadi karena kagok, kami pun tetap berbahasa Indonesia. Bahasa Jawa dipakai kalau celetukan sama teman-teman.
Berkali-kali ibunda mengingatkan untuk kembali berbahasa Jawa. Di rumah jadi sering ada kejadian lucu. Ibu dan bapak berbahasa Jawa sedangkan anak-anak berbahasa Jawa. Kadang aku sedang seru-serunya cerita kejadian di sekolah sambil makan bersama, tentunya dengan bahasa Indonesia. Tiba-tiba ibu menegur,
"Mbok jajal critone nganggo boso Jowo." "Coba ceritanya pakai bahasa Jawa".
Hahaha... yang ada bukannya aku nerusin cerita pakai bahasa Jawa, malah langsung diam seribu bahasa sambil senyam senyum aja. Selanjutnya ibu akan kembali mengulang nasehat cespleng nya itu. Waktu itu memang dalam hati protes, kenapa juga yang seperti itu harus dipermasalahkan. Apa salahnya bicara dengan bahasa Indonesia? Tapi karena kami, adalah anak-anak yang penurut, maka tak ada yang berani protes meski dalam hati mengganjal.
Begitulah sebuah nasehat, baru bisa kita cerna maknanya setelah yang memberi nasehat tidak ada atau menyadari kebenaran nasehatnya setelah berlalu lama. Aku sendiri masih bisa berbahasa Jawa meskipun bukan yang kromo. Aku berusaha untuk tidak melupakan bahasa Jawa meskipun aku sekarang tinggal di Jakarta.
Ternyata dengan masih mempertahankan bahasa Jawa banyak manfaat yang aku rasakan. Misalnya dapat mempermudah hubungan pertemanan, atau berkenalan dengan orang baru biasanya jadi bisa mudah nyambung kalau berbahasa Jawa. Waktu punya usaha/bisnis juga bisa lebih lancar. Bahkan kegiatan tawar menawar di pasar atau tempat belanja lain juga bisa mempengaruhi.
"Oohh.. Njenengan saking Yojo... Tonggo noo... Njih sampun kulo caoske mawon."
Berkali-kali ibunda mengingatkan untuk kembali berbahasa Jawa. Di rumah jadi sering ada kejadian lucu. Ibu dan bapak berbahasa Jawa sedangkan anak-anak berbahasa Jawa. Kadang aku sedang seru-serunya cerita kejadian di sekolah sambil makan bersama, tentunya dengan bahasa Indonesia. Tiba-tiba ibu menegur,
"Mbok jajal critone nganggo boso Jowo." "Coba ceritanya pakai bahasa Jawa".
Hahaha... yang ada bukannya aku nerusin cerita pakai bahasa Jawa, malah langsung diam seribu bahasa sambil senyam senyum aja. Selanjutnya ibu akan kembali mengulang nasehat cespleng nya itu. Waktu itu memang dalam hati protes, kenapa juga yang seperti itu harus dipermasalahkan. Apa salahnya bicara dengan bahasa Indonesia? Tapi karena kami, adalah anak-anak yang penurut, maka tak ada yang berani protes meski dalam hati mengganjal.
Begitulah sebuah nasehat, baru bisa kita cerna maknanya setelah yang memberi nasehat tidak ada atau menyadari kebenaran nasehatnya setelah berlalu lama. Aku sendiri masih bisa berbahasa Jawa meskipun bukan yang kromo. Aku berusaha untuk tidak melupakan bahasa Jawa meskipun aku sekarang tinggal di Jakarta.
Ternyata dengan masih mempertahankan bahasa Jawa banyak manfaat yang aku rasakan. Misalnya dapat mempermudah hubungan pertemanan, atau berkenalan dengan orang baru biasanya jadi bisa mudah nyambung kalau berbahasa Jawa. Waktu punya usaha/bisnis juga bisa lebih lancar. Bahkan kegiatan tawar menawar di pasar atau tempat belanja lain juga bisa mempengaruhi.
"Oohh.. Njenengan saking Yojo... Tonggo noo... Njih sampun kulo caoske mawon."
"Oohh... ibu dari Yogya... Tetangga dong... Ya sudah saya kasih saja."
Namun tetap perlu diingat, kita harus bisa memakai bahasa daerah dengan baik dan pada tempatnya. Tidak lantas menimbulkan arogansi kesukuan yang malah menimpulkan perpecahan. Bagaimana kita bisa menyelaraskan perbedaan, disitulah indahnya sebuah hubungan bermasyarakat.
Namun tetap perlu diingat, kita harus bisa memakai bahasa daerah dengan baik dan pada tempatnya. Tidak lantas menimbulkan arogansi kesukuan yang malah menimpulkan perpecahan. Bagaimana kita bisa menyelaraskan perbedaan, disitulah indahnya sebuah hubungan bermasyarakat.
Postingan ini diikutsertakan di Aku Cinta Bahasa Daerah Giveaway
yen mekaten,, sami sami wong jowo, nggeh sumonggo sami2 matur boso jowo :)
BalasHapusLha mbok yo ayooo... Ning ora sah nganggo sing alus2... Malah dadi kepleset.
Hapuseiitts.. pertamamxxxx nih ceritana
BalasHapusMuhun yeuh... Nuhun atuh... :)
HapusGarep londho apa jowo, sing penting bisa terus menjaga dan menghargai bahasa daerah masing2 ya, Bun. Aja keminggris lah, njawani bae malah kepenak. :D
BalasHapusYang ada atuh2nya aku ora paham je. :D
Lho, bunda asli Yojo po? Kulo wastani asli Amsterdammmm. :D
Sukses ngontesnya ya, Bun. :)
Siki tah jane aku luwih faseh gole ngapak. Ora bisa kemringgis acan... Biasa mangan budin sih...
HapusNgaku piantun Yojo, nanging mboten saged ngendikan ingkang kromo.
Matur nuwun Idah :D
itu kalau kedua orangtuanya berasal dari suku yang sama, tapi kalau orangtua asalnya dari beraneka ragam suku, maka mumetlah kepala ini harus belajar semua bahasa asal daerah orangtua, tapi memang benar..kita harus mempelajari salah satu bahasa daerah, karena itulah identitas kita sebagai warisan budaya para leluhur, kalau bahasa Indonesia kan sebagai identitas kebangsaan ...,
BalasHapusselamat berkontes...salam sukses selalu dari Makassar :-)
Iya ya pak Hari... Kalau dalam keluarga berasal dr daerah berbeda, adaptasinya lbh kuat.
HapusYang sering jd mslh kalau kita mrs suku kitalah yang terbaik. Smg rukun damai selalu ya pak Hari...
Trimakasih supportnya :)
oh ternyata bunda seorang petualang ya.. ^_^
BalasHapusbenar sekali, kita harus melestarikan bahasa daerah, minimal memahaminya..
liyan sempet malu juga waktu kunjungan ke saung mang Ujo, di sana banyak siswa dari manca negara yang menyengaja untuk belajar bahasa sunda, dan siantaranya sangat fasih.. :)
Bunda ga jelas asal usulnya ya... Hihihi...
HapusYa itulah Liyan, kdg kita menyepelekan bahasa daerah, padahal org luar kagum dgn kekayaan bhs daerah kita. Ga kebayang kan kalau bahasa daerah kita di klaim punya negara lain...
bahasa memang jd masalah tersendiri bagi perantauan, ya bun :)
BalasHapusBetuuulll...! Adaptasi awal terutama. Tapi sepanjang pengalaman berpindah2... Seru kok rasanya. Malah bersyukur sempat merasakan pindah2 tempat tinggal.
Hapussukses melongo diajak ngomong sunda yaa bund, leg niar diajakin ngomong sunda udah ada contekannya disini :D
BalasHapusMakaish yaa bund udah ikutan,dicatet PESERTA :D
Alhamdulillah sudah tercatat sebagai peserta.
HapusMakasih kembali Niar. Semoga makin sukses ya....
nuwun sewu.. kulo numpang dhahar dateng mriki angsal nopo mboten Bun hehe
BalasHapusmonggo mas Lozz... disekecak'aken...
HapusBenar sekali Mbak,ada banyak orang yang tidak bisa bahasa daerahnya sendiri.Yang tahu cuma bahasa Indonesia kalau dia orang Jawa gak tahu bahasa Jawa.Kok bisa beginilah kita sekarang ini yah :)
BalasHapusSemoga kita bisa menempatkan diri dengan baik. Bahwa dgn menguasai bahasa daerah banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan.
Hapusngapunten nggih, kopinipun ketawisipun sampun asrep mbak
BalasHapusmenawi mboten ngresahi, dalem nyuwun didamelaken malih, nanging toyone ingkang umup munclak2...
raos lingsem menawi priyantun jawi ananging mboten saget ngendikan boso jawi...
salam kagem Fanni nggih Bunda...
Kedangon dateng ngentosi panjenengan. Kolo wingi toyone ugi umup lan munclak2...
HapusLeres sanget mas Insan... ananging dalem ilatipun sampon kagpk menawi ngagem ingkang kromo.
Salam kangen kagem Devon ugi...
haha... jangan2 bunda ini dari planet sebelah ya? hihihi... *ngikik baca percakapan yg itu*
BalasHapusIya mas Ari... planet pluto yg jauh sekalian.. hahha
Hapusbagus banget postingan cinta bahasa daerahnya
BalasHapussemoga menang yaaa
Aamiin..
Hapusmakasih ya...