Frangipani Flower Lovely Little Garden: Firasat
There is a lovely little garden in a corner of my heart, where happy dreams are gathered to nevermore depart

Senin, 26 Agustus 2013

Firasat

Foto pinjam mas Ridwan Purnomo
yang baru saja ke Kawah Ijen

"Jangan pergi, Ridwan. Kumohon...," aku coba membujuknya untuk terakhir kali.

"Aku harus pergi, Rani. Semua sudah siap. Kamu kayak baru sekali melepas aku pergi naik gunung." Ridwan mengacak-acak rambut di kepalaku sambil tertawa.

"Perasaanku nggak enak kali ini."

"Aahh... Jangan terlalu dilebih-lebihkan, aku kan pergi dengan teman-teman yang udah pengalaman mendaki."

"Iyaaa... Tapi Gunung Slamet aku dengar cukup rawan."

"Sudahlah, sayang... Kamu tenang aja. Beberapa temanku sudah ada yang pernah naik Slamet kok. Mereka sudah tau medannya."

"Tapi...."

"Ssssttt.... Jangan kuatir, nanti aku akan sering-sering kirim gambar, sampai sinyal terakhir yang bisa dicapai oleh hapeku. Dan kamu akan makin terkagum-kagum pada kekasihmu ini." Ridwan terkekeh dan kemudian menyeruput kopinya yang sudah hangat.

Begitu sulit untuk menganggukkan kepalaku. Segala kecemasan yang tengah mengacaukan hati dan pikiranku tak bisa sirna oleh sikap dan penjelasan Ridwan. Entah kenapa, aku merasa kepergiannya kali ini akan membuatku merasa kehilangan. Ah... mana aku sanggup menjalani hari-hariku tanpa dirinya? Tapi... Ridwan bukanlah orang yang mudah dipatahkan kemauannya. Apalagi kalau mengenai pendakian gunung. Begitu cintanya dia pada puncak-puncak ketegaran bumi yang menjulang. Menaklukkannya adalah sebuah harga diri yang tinggi bagi Ridwan. Biasanya, aku melepas kepergiannya dengan membantunya mempersiapkan segala keperluan perbekalannya. Tapi kali ini... aku melakukannya dengan setengah hati.

Pagi itu, mataku menatap mobil yang membawa Ridwan dan teman-temannya menuju Purbalingga. Mereka akan melalui Jalur Bambangan. Dari Purbalingga mereka akan meneruskan dengan bis dengan tujuan Bobot Sari, dan turun di Serayu. Lalu dilanjutkan dengan mobil angkutan pedesaan menuju desa Bambangan. Ridwan menjelaskan semua itu agar aku bisa membayangkan jarak tempuh yang dilaluinya. Agar aku bisa tetap memantaunya. Bagaimanapun dia tetap berharap aku bisa tenang dengan kepergiannya.

Doaku terus terangkai waktu demi waktu. Tak putus guna memohonkan keselamatan untuk Ridwan dan teman-temannya, dan juga untuk menenangkan hatiku sendiri. Beberapa gambar sudah dikirimkan Ridwan sepanjang perjalanan naik turun kendaraan yang dilaluinya. Wajah-wajah ceria dan bahagia ditampakkan Ridwan dan teman-temannya. Cukup menghibur meskipun tak mampu menyirnakan kegalauan yang ada.

"Rani, hape akan aku matikan. Aku akan mulai naik. Doakan aku ya sayang."

Sebuah pesan singkat aku terima. Mendadak nafasku sesak. Kecemasanku kian meninggi. Sejak itu... waktu seakan berhenti berputar. Ingin rasanya memutar sendiri jarum jam agar segera berganti hari. Aku coba menghibur diri dengan menonton DVD dan bercanda ria dengan teman-teman di facebook. Cukup membuatku terlupa dalam menghitung detik demi detik berlalunya sang waktu yang sebetulnya konstan berjalan.

Pagi hari, sebuah kejutan yang amat membuatku melonjak kegirangan. Foto Ridwan di puncak Slamet dengan tangan seakan bebas terlepas, menampakkan kebahagiaan di wajahnya. Alhamdulillah. Foto itu bisa dikirimnya, berarti Ridwan paling tidak sudah sampai di desa Bambangan. Ternyata kekhawatiranku tak beralasan. Ridwan berhasil menaklukkan gunung tertinggi di Jawa Tengah itu. Tiba-tiba, aku begitu bersemangat bangkit dan begitu ringan mengerjakan semua tugasku.

"Hai manis, aku sudah di perjalanan menuju dirimu. Tunggu aku ya." Watshap dari 
Ridwan membuatku tersenyum merekah.

Aku ingin menyambutnya dengan menyiapkan makanan kesukaannya. Pasti ceritanya akan bertubi-tubi penuh kebanggaan, sekalipun sebetulnya tubuhnya letih setelah pendakian. Segala kelegaan hati yang aku rasakan membuat langkahku begitu riang menuju pasar tradisional untuk berbelanja bahan masakan.

Tiba-tiba aku mendengar sebuah teriakan,"Awas mbak!!! Rem mobil itu blong!!!"

Aku terkejut dan spontan menoleh ke arah yang ditunjukkan. Entah darimana munculnya, sebuah mobil melaju amat kencang ke arahku. Selebihnya.... Gelap...!

*****

Ridwan bersimpuh pada sebuah gundukan tanah basah. Giliran dirinya yang merasakan rasa kehilangan yang teramat menyakitkan, dan ini bukan sekedar firasat, melainkan kenyataan. Raninya yang pergi. Kebanggaannya menaklukkan gunung Slamet hilang entah kemana.


(Nama tokoh sengaja pakai nama Ridwan dan Rani. Sekedar menandakan rasa persahabatanku dengan mereka)





92 komentar:

  1. Bunda....
    Cerpen sekali buatnya dapet banget. Pake namaku juga..., jadi terharu ( kumat lebaynya ) :D

    Makasih... makasih....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dapet apanya nih mas? Dapet kacau balaunya ya... Qiqiqi...

      Makasih ya buat pinjaman gambar dan namanya. Juga cerita2 tentang Kawah Ijen yang bikin aku sukses terkenang sama kakakku.

      Hapus
    2. Bunda mau ngejodohin Mas Ridwan sama Mbak Rani? *eh :D

      Hapus
    3. Hihihihi... kali aja mungkin begituuuuu... #eeehh

      Hapus
    4. ternyata mas Ridwan itu sesuatunya Rani ya???
      pantas saja Rani ngga mau sama Bastian...
      tapi kok akhirnya Rani malah pergi bundaaa...

      Hapus
    5. Hahahaha... Pita terpengaruh juga nih sama Ridwan dan Rani. Rani nggak mau sama Bastian? Kenapa ya? Firasat juga kali. Hihihihi....

      Nanti deh bunda buatin cerita senang tentang Rani.

      Hapus
  2. Hadooh.. siapa sih pemilik mobil itu... #eh
    Cerpennya bagus, Bunda :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah ketangkep kok KakaAkin. Sedang diproses :D :D

      Makasih ya.

      Hapus
  3. ending nya malah gitu sih bun... -_-'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasian sama Rani ya mas. Hiks...
      Ridwan trus sama siapa dong... :)

      Hapus
    2. hihihihi Baru kenalan eehhhhhh end.. :)

      Hapus
    3. Lanjutin dong kenalannya di tempat lain. qiqiqi...

      Hapus
    4. ngga ah... lagi asik main batu gunung dan semen hihihihi

      Hapus
    5. Rumah sawangan sedang butuh semen niih.. Bagi doong.

      Hapus
    6. wuiiiddiiihhhh pembangunan terus nih.. butuh arsitek ngga nih.? semen mah kejauhan...

      Hapus
    7. Nggak perlu arsitek, perlu suntikan dana segaarrrr... hahaha...

      Hapus
  4. Endingnya tak terduga banget siihhh.. Iiihhh jadi ga tega sama Ridwan ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ridwan orangnya baik loh, Bunda Dzaky. Kasian ya... ^_^

      Hapus
  5. Firasata,,,
    Aduh mending kalau ada firasat dikatakan saja ya Bu Niken....saya kadang parno sendiri meski pun semua saya serahkan sama Allah karena saya percaya saya atau pun keluarga akan selalu dijaga-Nya...

    Cerpen Bu NIken serta merta mengingatkan saya untuk setiap firasat yang datang ke dalam mimpi-mimpi Ibunda saya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang kita harus menyerahkan semuanya pada Allah. Kadang karena pikiran yang berlebihan, kita jadi mengkhawatirkan sesuatu.

      Ibunda mbak Hani sering mendapat firasat melalui mimpi??

      Hapus
  6. saya kira yg meninggal yg ridwannya mbak, karena teman saya dulu juga ada yang meninggal waktu pendakian, meskipun kami punya firasat buruk, tapi tetap saja anak itu berangkat mendaki...

    cerpennya di luar dugaan bunda :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menunggu orang yg dekat dgn kita mendaki gunung, itu rasanya khawatir, bangga, bercampur jadi satu.

      Hapus
  7. kenapa gak happy ending aja sih mba... hehehe..

    BalasHapus
  8. Aaaahh...endingnya kereeeen, jempol Bun ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aiiihh... Ada Orin... Jadi malu nih. Alhamdulillah dibilang keren sama Orin. Makasih ya.

      Hapus
  9. Iiiihhhhh..... sediiihhhhhh.....
    Tapi asli keren banget. Nggak pake KW berapa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha... Jadi ngakak sama istilah KW berapa. Anak-anakku sering pakai tuh kalau lagi bercanda.

      Makasih mbak Titi.

      Hapus
  10. Bundaaa..
    Bundaaa..
    miss u..

    keren ceritanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Nchieee...!

      Miss u too. Lama tak berkabar-kabari ya.

      Makasih ya Nchie berkenan mampir ke taman bunda.

      Hapus
  11. Ending yang menitikan air mata bawang merah campur dikit bawang putih hihihihi

    lagi2 jadi Artis ditulisan Bunda... bisa2 pasang tarif nih rani.. qiqiqi

    terima kasih Bunda... :) seneng deh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh... mulai pasang tarif Rani nih. Beraaat...

      Campiran bawang merah putihnya kasih garam dikit. Biar rada-rada perih gituuu...

      Makasih juga ya buat pinjaman namanya.

      Hapus
    2. kembali kasih Bunda...


      yuk ikut keperkebunan, jangan lupa bumbu yang tad dibawa buat numis baby kailand qiqiqiiqi

      Hapus
    3. Mau dong baby kaylan atau buah naga merahnya. Jangan cuma iming-iming terus. Hiikkssss....

      Hapus
    4. go bangka go bangka go.... harumi 6 september sudah mendarat di depati amir InsyaAllah...

      Hapus
    5. Bunda titip mata aah sama Rumi. qiqiqiqi...

      Hapus
    6. cuma mata aja.?? mupengnya ngga.? hihihii

      Hapus
    7. Mupengnya kan udah ada di matanya :D

      Hapus
  12. Kalau sampai cerita ini terjadi beneran, harus tanggung jawab loh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iihhhhh Mas Insan... yg mananya nih terjadi.? Bersamanya atau endingnya.? :((

      Hapus
    2. Aiiihh... mas Insan kok gitu siih.
      Ini kan cuma fiksi. Duuh kok jadi takut aku.

      Hapus
    3. Iya tuh Rani... Lebay nih mas Insan.

      Hapus
    4. emang tuh Bunda... nakut2in aja nih Mas Insan...

      Hapus
    5. pengen dijadikan tokoh juga ya mas...?

      Hapus
    6. iya tuh Bunda.. modus tuh pengen jadi tokoh :p

      kasih dong Bunda satu peran buat ngejadiin Mas Insan tokoh qiqiqi pengen banget kayaknya

      Hapus
    7. Ntar deh... Belum kepikiran. Tunggu aja tanggal mainnya.

      Hapus
    8. yeee bukan masalah peran...
      tidak sesederhana itu mematikan peran orang yang masih hidup..

      Hapus
  13. dulu kala...mulai suka baca karena sering baca cerpen dari majalah2 dapet pinjeman, sekarang liat majalah azh juga udah jarang, lupa bentuknya ge'.
    kan...sekarang mag baca cerpennya dari blog...lebih keren pula.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Lembu sanjungannya bikin klepek-klepek niih. Makasih yaaa...

      Berarti dari dulu sampai skrg kalau baca cerpen gratisan terus ya... Qiqiqi...

      Hapus
    2. pasti kerenlah...siapa dulu dong yang buat cerpen-nya ...kang hadi sich nggak ikutan bikin cerpen.....bikin cerpen yang dengan latar ubi cilembu gitu loh .....,
      eh rupanya di panggil dengan sebutan akrab Mas Lembu rupanya ..:-)

      Hapus
    3. Mas Lembu kalau buat cerpen kayaknya seru juga kok. Latar belakangnya kolam renangnya aja. Hehehe.

      Biar akrab manggil apa sih kalau mas Hari?

      Hapus
    4. hahaha... mas Lembu merinding nggak tuh dipanggil gitu sama mas Hari?

      Hapus
  14. Ternyata Ibu Niken juga piawai membuat cerpen ya ^^
    salut2 ^^
    ceritanya aduh.. jadi inget orang2 terdekat yg tiada karena musibah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedang belajar berfiksi nih mas Wahyu.

      Semoga almarhum/almarhumah mendapat tempat yg baik di sisi Allah.

      Hapus
  15. Duh... Ridwan...
    Duh.... Rani....
    Betapa kerasa nyata saya membacanya, Bu
    sungguh
    Salut saya cara membangun Bu Niken atas cerita ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebuah komen yg membuat saya mrs tersanjung. Terima kasih pak Azzet. :)

      Hapus
  16. Ahhh aku jadi merasa takut untuk mendaki. Padahal sebelum saya menikah nanti ingin rasanya menaklukkan Rinjani.

    Emmm... Bunda, ceritanya bikin shock lo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihi... Mas Jaswan ketularan mas Insan nih... Jaka sembung bawa golok. Nggak nyambung booookk...

      Rinjani taklukkan saja.

      Hapus
  17. ternyata firasat itu untuk dirinya sendiri ya.....ending yang benar-benar membuatku jleb.......nice story :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. ternyata Rani berforasat kehilangan untuk selamanya dengan Ridwan tapi untuk dirinya sendiri.

      Makasih mas Hari :)

      Hapus
    2. sama2 terimakasih ya.....salam :-)

      Hapus
  18. duuuh...
    gunung slamet 10-10-90
    air mataku menetes tanpa terasa di atas samarantu
    mendekap sosok lembut yang perlahan menjadi kaku
    untuk selamanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duuuh... mas Rawin punya pengalaman sedih dengan gunung Slamet rupanya. Semoga almarhumah mendapat tempat yang baik di sisi Allah.

      Hapus
    2. ikutan meneteskan air mata ach :-)

      Hapus
  19. Bundaaaa.... kenapa endingnya tragiiisss? #protes balik... hahahaha

    tapi bagus Bunda Cerpennya... :)

    semoga ini hanya sebatas Fiksi ya Bunda, sediiih bangat kehilangan orang yang begitu disayangi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. mas Awan balas protes nih. Kena juga bunda. Jadi geli sendiri nih.

      Iya dong mas Awan, ini hanya fiksi. Kalau soal kehilangan, kita semua bakal kehilangan, siapkan diri kalau yang menitipkan jiwa raga memanggil kita dan orang-orang terdekat kita.

      Makasih ya :)

      Hapus
  20. Kereen Jeng Niken, tak hanya piawai menghadirkan mutiara keluarga, fiksi memukaupun diracik. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalau mbak Prih menyukai cerpen ini. Buat pemanasan sebelum terbitnya kumcer saya nih mbak :)

      Hapus
  21. Wahh keren buanget Bun...apalagi setting tempatnya disitu....membuat hatiku kembali ke masa 10 tahun yang lalu hehehe.... Bikin novel Bun, InsyaAllah aku mau antri di urutan pertama untuk membelinya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kaaan... sebagai alumi Unsoed sepertinya gunung Slamet sudah familiar ya. Soalnya nggak ngerti seting gunung lain, ngertinya ya cuma Slamet secara suamiku pernah naik sana beberapa kali.

      Novel? Hmmmm...
      Sedang mempersiapkan kumpulan cerpen dulu nih mas Anton.

      Hapus
  22. nggak nyangka endingnya tragis kek gitu, sejak awal saya memprediksi perjalanan Ridwan mengalami 'sesuatu', eh ternyata kebalik justru yang di rumah yang harus pergi selamanya.
    Cerita yang keren Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Firasat akan ada perpisahan, rupanya memang terjadi tapi kejadiannya sebaliknya. "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮ Sok sok'an bikin cerita ngetwist nih mas Pakies...

      Makasih ah dibilang keren.

      Hapus
  23. hiks....

    ternyata firasat utk diri sendiri

    BalasHapus
  24. hiks..

    kasian mbak Rani and mas Ridwan.. hehehe...

    piiss.. ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau di cerita ini memang kasian. Kalau di tempat lain... Gimana yaaa?

      Hapus
    2. Belum ada perkembangan nih Noorma. Hahahaha...

      Hapus
  25. Gila! Ini ngetwist bgt Bun! Gak nyangka kalo yg bakalan pergi tu si Rani! Keren! :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Twist yang bikin nyesek ya... "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮

      Makasih kalau Andy suka.

      Hapus
  26. endingnya gak terduga. Gak nyangka kalau Rani yg justru akan pergi :)

    BalasHapus
  27. Bunda pinter juga mengolah kata dalam cerpen *think

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedang belajar aja kok mbak. Angin2an kalau sama fiksi.

      Hapus